tRbFFwIJXCPvDkjdZ6hw7BrVzKSmv3z6tIDMFXHn
Bookmark

Marak Kasus Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan di Bekasi Dipicu Konten Pornografi Digital

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi, Novrian.
Bekasicyber.id, BEKASI TIMUR – Maraknya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Bekasi dalam beberapa waktu terakhir menimbulkan kekhawatiran serius. Berbagai insiden, mulai dari dugaan sodomi anak oleh teman sebaya, kekerasan terhadap perempuan di ruang ATM minimarket, hingga kasus perundungan dan penganiayaan siswa SD di Jatibening 2, menunjukkan bahwa tindak kekerasan telah merambah berbagai aspek kehidupan masyarakat. 

Salah satu kasus yang menghebohkan adalah dugaan kekerasan seksual yang melibatkan anak-anak di Kota Bekasi. Novrian, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi, menyatakan bahwa pendampingan psikologis diberikan secara menyeluruh, tidak hanya kepada korban tetapi juga pelaku. 

"Kami menelusuri latar belakang pelaku. Banyak dari mereka terpapar konten pornografi digital. Ini harus menjadi peringatan bagi semua pihak," tegasnya. 

KPAD bekerja sama dengan Rumah Sakit Polri dan Kementerian Sosial untuk mengevaluasi apakah pelaku perlu menjalani rehabilitasi di Panti Handayani Kemensos atau lembaga serupa di Cileungsi, Jawa Barat. 

Sebuah video viral memperlihatkan seorang pria menganiaya perempuan di dalam ruang ATM sebuah minimarket. Polres Metro Bekasi Kota tengah menyelidiki kasus ini. Kejadian ini semakin menegaskan bahwa ruang publik belum sepenuhnya aman bagi kaum perempuan. 

Seorang siswa kelas 3 SD Negeri Jatibening 2 diduga menjadi korban pemalakan harian sejak September 2024. Puncaknya, ia mengalami penganiayaan pada Mei 2025. KPAD mendampingi proses hukum dan menolak rencana pemindahan sekolah sebelum asesmen psikologis selesai. Meski demikian, pelaku telah dipindahkan ke sekolah swasta oleh orang tuanya. 

"Solusi terbaik adalah rekayasa sosial: memulihkan korban dan pelaku dalam satu lingkungan agar tidak timbul dendam berkepanjangan," jelas Novrian.

Data KPAD mencatat 313 kasus kekerasan terhadap anak sepanjang 2024, dengan 176 di antaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak perempuan. Angka ini menjadi lampu merah bagi pemerintah daerah. Tanpa penanganan serius, tren ini diprediksi akan terus meningkat. 

Novrian menyebut kasus yang terungkap hanyalah puncak gunung es. Banyak keluarga enggan melapor karena khawatir mendapat stigma sosial. "Tanpa laporan, penanganan terhambat, dan korban berpotensi menjadi pelaku di masa depan," ungkapnya. 

Rentetan kasus ini menunjukkan bahwa Bekasi berada dalam kondisi darurat kekerasan terhadap kelompok rentan. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, penegak hukum, KPAD, sekolah, posyandu, dan masyarakat. 

"Perlindungan anak dan perempuan bukan hanya tanggung jawab negara, tetapi juga kewajiban seluruh elemen masyarakat," tegas Novrian. (Yan)