tRbFFwIJXCPvDkjdZ6hw7BrVzKSmv3z6tIDMFXHn
Bookmark

Ono Surono Dukung Kebijakan Pro-Rakyat KDM: yang Menyimpang Kita Koreksi Bersama

Wakil Ketua DPRD Jawa Barat dari Fraksi PDIP, Ono Surono.
Bekasicyber.ID, BEKASI SELATAN – Semarak Bulan Bung Karno yang berlangsung di Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi, Minggu (15/6/2025), menjadi ajang refleksi sejarah sekaligus momen penyampaian sikap politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Jawa Barat terhadap sejumlah kebijakan kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.  

Wakil Ketua DPRD Jawa Barat dari Fraksi PDIP, Ono Surono, yang hadir dalam kegiatan itu, menegaskan bahwa partainya tetap mendukung setiap kebijakan yang berpihak pada rakyat. Namun, jika ada kebijakan yang dinilai bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan, hal itu perlu dikoreksi bersama.  

"Kami partai yang berpijak pada rakyat. Kebijakan yang baik kami dukung, tetapi jika menyimpang dari undang-undang, mari kita koreksi bersama," ujarnya kepada awak media.  

Menanggapi wacana Gubernur Dedi Mulyadi (KDM) tentang kebijakan masuk sekolah lebih pagi, Ono menyatakan bahwa hal tersebut wajar menuai pro dan kontra di masyarakat.  

"Saya sempat bertanya kepada ibu-ibu di sini, ada yang setuju, ada yang tidak. Namun, saya pribadi cenderung setuju karena kebijakan ini bisa mencegah kenakalan remaja. Anak-anak akan pulang lebih awal, punya waktu untuk berdiskusi dengan orang tua, istirahat cukup, dan lebih siap keesokan harinya," jelasnya.  

Meski demikian, ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut masih bersifat dinamis dan perlu dievaluasi.  

"Selama masih berupa Peraturan Gubernur (Pergub) dan belum menjadi Peraturan Daerah (Perda), masih ada ruang untuk perbaikan. Kita jalankan dulu sambil memantau hasilnya," ucapnya.    

Salah satu kebijakan KDM yang paling disorot adalah rencana memasukkan siswa bermasalah ke barak militer. Ono menilai langkah tersebut melanggar aturan hukum yang berlaku. 

"Tidak ada undang-undang yang mengatur pendidikan anak di barak militer. Jika ada siswa bermasalah, solusinya adalah sekolah luar biasa, sekolah inklusi, atau panti rehabilitasi, bukan militer," tegasnya.

Ia juga menyayangkan pendekatan tersebut, mengingat program tersebut menghabiskan anggaran besar, yakni Rp11,7 juta per anak untuk tiga minggu pelatihan.  

"Jika ada 1.000 anak, totalnya mencapai Rp11,7 miliar. Padahal, masih banyak kecamatan di Jawa Barat yang belum memiliki sekolah negeri. Anggaran sebesar itu seharusnya dialokasikan untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan," kritiknya.  

Selain mengkritik kebijakan KDM, PDIP Jabar juga menyoroti maraknya praktik jual beli kursi sekolah di sejumlah daerah, termasuk Kabupaten Bandung. Ono meminta semua pihak tidak bermain-main dengan sektor pendidikan.  

"Pendidikan di Jawa Barat masih tertinggal. Rata-rata lama sekolah hanya sembilan tahun, kalah dari Aceh dan Kalimantan Utara. Jangan tambah beban orang tua dengan pungutan liar, seperti biaya buku, seragam, studi tour, renang, atau acara perpisahan. Cukup, jangan diperberat," tegasnya.  

Ia mengajak masyarakat melaporkan praktik jual beli kursi sekolah kepada aparat penegak hukum. "Laporkan, bisa melalui saya atau langsung ke pihak berwajib," pungkasnya. (Yan)